W.S. RENDRA

turut berdukacita

atas wafat-nya
budayawan~
W.S. RENDRA
(maestro-teater-Indonesia)

Selasa, 14 Juli 2009

esthiwi

Mimpi yang Belum Bertepi
oleh;
Esthiwi-Retno-Purnaning


rapuhku,

adalah kesempatan yg tak terelakkan..

kepingan yg belum bisa kembali seperti semula,

hingga gamang tak perlu merengkuhku,

antara dipilih dan memilih,

antara aku, kau dan mereka..

kepada mimpi yang belum bertepi..

Sabtu, 20 Juni 2009

Aulia-Rahmawati

si Gadis-Bidadari
oleh; Aulia-Rahmawati

gadis kecil berlari ikuti arus..
susuri panas dan dinginnya dunia...
dia terus terbang....bagai bidadari....

Jumat, 19 Juni 2009

Yulli Adam Panji Purnama

Galau

Meretas mimpi merajut sepi.

Kegalauan membelenggu malam.

Saat senyummu beku,

dan pandangmu berselimut kabut.

Maafkan aku yang tak dapat memberikan sayap

tuk terbang menggapai bahagia.

Minggu, 24 Mei 2009

Rossa-Rosadi


(solilokui raungan bunga kaktus,'gadis yang entah ketemu')

Katakan sesuatu tentang masa lalu negrimu
Tentang lahirnya dongeng dongeng
Tembang pernikahan kumbang dan putik sari
Tarian pelangi dan selendang bidadari
Aku runtuh padamu...

Perjalananku tak dimulai dengan kata
Seperti jari menari diatas piano
dan sebilah pisau memotong sepuluh jarinya
Kau akan sulit membayangkannya
Aku runtuh padamu..

Lidahku adalah huruf yang terkunci dalam pasungan
meninggalkan lebih banyak yang bukan kata
Bukan lontar berisi ramuan syair memenuhi telingaku
Kenyataanku bukanlah tembang dan lagu-lagu
Aku runtuh padamu..

Kau ingin mengeja garis tangan, apakah aku memilikinya?
Karena sepuluh jari-jariku tertinggal diatas piano tua yang dilukis ayahku
Karena telapakku menjadi alas wajan didapur ibuku
Karena garis menjadi lingkaran besar diseluruh tubuhku
Dimana kau akan membacaku?

Telanjangi aku, maka akan kau baca garis-garis biru dibawah kulitku!
Aku runtuh padamu..

Malibu-CA,23 mei 2009

Rabu, 06 Mei 2009

Munajat--Entis-Sutisna--Percik-Rasa

Munajat
oleh; Entis-Sutisna


Wahai yang meninggikan langit,
Wahai yang menghamparkan bumi,
Wahai yang menegakkan gunung,
Wahai yang menciptakan untaku,
yang terkapardilindas zaman,
dihimpit peradaban,
tersesat di lorong-lorong waktu hitam,
merangkak........
mengetuk pintu-Mu.

Wahai yang menghidupkan yang hidup,
Wahai yang mematikan yang hidup,
Wahai yang menurunkan hujan,
Wahai yang menyalakan api,
Wahai yang menumbuhkan benih,

apakah tangan-Mu mau merengkuhku,
setelah lama lidahku alpa mengeja asma-Mu?
adakah kasih-Mu menyejukkan kalbuku,
setelah lama kukosongkan dari cahaya-Mu?
apakah maghfirah-Mu menyiram tubuhku,
setelah lama kugadaikan pada nafsu hitamku?

Wahai, ......................
aku tahu tak pantas masuk surga-Mu,
namun jangan masukkan aku ke dalam neraka-Mu,
jangan Kau bakar dengan api-Mu.

Wahai yang Maha-Pengampun,
Aku mohon ampunan-Mu.
_____________________________________
May 6, 2009 (dari; 'Percik-Rasa')

Senin, 13 April 2009

Eri-Julyadi

lelaki dan perempuan 2
oleh; Eri-Julyadi

setangkai murka melepuh diguyur peluh perempuan kasmaran
dia
sang perempuan yang lelah memupuk asa akhirnya menyerah pada kesumat birahi
dia
sang lelaki yang tercerabut dari geliat mimpi berlutut pada dendam
mereka bersitegang dengan waktu yang letih menyumpalkan hitungan
disini
dalam lenguhan panjang menjelang dinihari
lelaki dan perempuan
menikamkan cinta pada bisul kasamaran yang jengah pada rayuan
lelaki dan perempuan
meringkuk diujung pagi menanti kabut yang tertatih membawa cawan pembalasan
pada cinta yang palsu


lelaki dan perempuan 1
oleh; Eri-Julyadi

perempuan itu masih menjerang waktu pada tungku musim yang makin tua
ia masih setia menghangatkan harap pada lelaki rapuh yang terseok menjangkau mimpi
mereka pun sering lupa tentang pertemuan hati yang sulit tertautkan
perempuan dan lelaki itu masih tahu bahwa dalam tidur mereka ada hasrat yang makin hambar
pada hitungan mendung yang berakhir gerimis
perempuan dan lelaki itu menyisir janji yang telah lupa kapan mereka ucapkan
lelaki dan perempuan itu kian ringkih menanti kata yang tak pernah sanggup mereka ucapkan


laut, lelaki dan perempuan
oleh; Eri-Julyadi

laut mengisahkan lelaki pada perempuan yang bersimpuh di pelipis dermaga

"beranjak dia meniti musim menyongsong senja yang tersangkut pada karang
aku mengikuti, dia mengusirku, biarkan aku mengering disini, katanya, jangan lagi kau kirimkan buih untukku masih ada gerimis dan itu cukup buatku, kenapa? aku bertanya, kau tak pernah setia menggulung kasmaranku dalam gelisah perempuanku, selalu saja kau labuhkan tanya hingga perempuanku kian ragu pada penantian, maka pergilah, kisahkan padanya bahwa perjalananku telah usai dan biarkan ia meninggalkan dermaga yang takkan pernah kusinggahi"

perempuan menyibakkan tangisnya, menjunjung sesal dan memikul galau saat laut meninggalkan dermaga membawa kasmaran penuh luka, entah untuk siapa